Ngobrolin gaji, nabung, dan kebiasaan sebulan versi cewek dan cowok

11:21 PM

Akhir bulan Maret lalu, seorang temanku mengirimkan tautan sebuah aplikasi bernama 'Money Manager' di sebuah aplikasi chat. Tak ada angin dan hujan, Minggu pagi yang cerah, dia mengirimiku aplikasi seputar keuangan.

Apa mungkin maksudnya, "Vin jangan boros. Inget masa depan!"

Jawabannya, ya enggaklah. 

Aku mencoba mengklik tautan yang dikirimkan temanku. Terbukalah playstore yang mengarahkan untuk mengunduh aplikasi. Tak berselang lama, aku membalas pesan temanku.

"Kamu pake itu?" Tanyaku padanya.

Aku pun mengirimkan screen capture berisi gambar aplikasi serupa dengan milik temanku.

"Dulu aku pake ijo aku," balasku.

Obrolan seputar aplikasi pengatur keuangan berlanjut. Aku pernah mengunduh dan menggunakan aplikasi bernama 'Money Lover: Budget...' Bukan tanpa sebab, sebelumnya aku mengunduh aplikasi tersebut atas rekomendasi temanku. Temanku menyebut aplikasi ini membantu mengelola dan mengatur keuangan baik pemasukan hingga pengeluaran. Apakah defisit atau surplus?

Foto: unplash
Sebagai first jobber yang baru mendapat uang bulanan sendiri. Aplikasi tersebut sangat membantu men-tracking cash flow selama sebulan. Dari situ, kita bisa tahu uang gaji digunakan untuk keperluan apa saja.

Balik lagi ke chat.

Usut punya usut, maksud dan tujuan temanku membagikan link aplikasi supaya apps miliknya bisa mendapat poin. Dengan demikian, jika ada yang mengunduh maka dia mendapat tambahan poin . Tambahan tersebut bisa membantu membuka fitur premium.

"Dasar -_-," balasku.

Beberapa bulan lalu, aku pernah membuat poling kecil-kecilan di Twitter tentang manajemen cash flow. Ya intinya, aku mengajukan pertanyaan seputar mengatur uang bulanan.



Dari situ kita tahu ada banyak macam orang mengelola uangnya. Paling sedikit sebesar 20 persen menyebutkan, "mencatat uang bulanan." Sisanya sebanyak 40 persen bilang kadang-kadang mencatat dan 40 persen sisanya memilih tidak pernah mencatat karena ribet.

Kalau aku tipe yang akan mencatat uang keluar dan masuk setiap hari dalam satu bulan. Tapi mencatat cash flow aja nggak cukup guys.
Dibilang telaten? Aku hanya menjawab, kadang! Hehehe

Seperti aku sampaikan sebelumnya, aku pernah menggunakan aplikasi 'Money Lover' di smartphone. Dasarnya anak nggak telaten, dari rajin banget input ke aplikasi tentang uang belanja hingga akhirnya kelupaan yang berujung pada unistall. Huhuhuhu. Jangan ditiru!

Pada akhirnya, aku memilih cara manual dengan mengumpulkan nota, struk, kuintansi, hingga catatan kecil uang belanja. Semua itu aku rangkum dalam buku kecil mirip 'bank plecit/rentenir'.

Alhamdulillah, beberapa bulan ini masih rajin mencatat. Duh anak manual banget sih jadinya~ Mohon maaf, aku emang anak manual yang nggak betah menatap layar smartphone lama-lama. (Ngeles).

Beda cerita dengan lawan chatku sebelumnya. Dia adalah teman kampusku yang kini bekerja di kota besar. Dia anak perantauan tapi punya rumah di kota besar (nggak tahu rumah siapa?) Dia seorang laki-laki yang telah bekerja beberapa bulan di kota besar.

Saat ku tanya, "telaten?"
Dia jawab dengan singkat, "iya."

Mari kita beri tepuk tangan yang meriah untuk temanku yang telaten ini. Ini cowok bisa telaten adalah sesuatu yang harus dibanggakan-menurutku sih. Aku pun menimpalinya dengan kata sanjungan, "mantap."

Dia berbalik bertanya kepadaku, "kenapa nggak telaten?"

Aku belum menjawab sudah ditimpali dengan chat darinya dengan nada bercanda. "Sebabnya? Udah tau kalo pengeluarannya bakal lebih gede?"

Hahahaha ini sih iya banget. Batinku.

Dalam chat Minggu pagi, dia bercerita bahwa sejak diterima kerja di kota besar, ia menggunakan aplikasi 'Money Manager'. Kurang lebih empat bulanan (kalo nggak salah ngitung atau aku yang sotoy).

Saking penasaran dan amazed dengan kebiasaan teman, aku pun kembali bertanya. "Trus selama ini cashflow-nya gimana?"
Dia menjawab singkat, "Alhamdulillah."
Jawaban singkat darinya tak memuaskan rasa penasaranku. Aku kembali bertanya, "masih bisa nabung? Berapa persen?"

*Hai temanku, mohon maaf kalau aku kepo ;).

Dia kembali menjawab, "bisa. Berhubung nggak ngekos kadang bisa 50 persen. Di Jogja gimana? 75 persen?"

Seketika aku hening sehening-heningnya........ jeng jeng jeng~ Aku kembali takjub dengan jawaban temanku.
"Kok aku jadi tertampar ya," balasku.
Aku menjelaskan maksudnya bahwa selama ini aku hanya menyisihkan sebagian penghasilanku untuk menabung. Sisanya kebutuhan sehari-hari. Kalau dihitung tidak ada angka mencapai presentase setengah dari gaji. Setdah aku nulis ini sambil sedih. Cryyyyyy....

Padahal kalau ditarik benang merah, temanku di kota besar bisa menabung karena nggak bayar kosan. Begitu pula sebaliknya, aku di sini ada rumah. Hiks..

Dia kembali bertanya sekaligus membuatku makib sedih. "Wah gimana tuh? Zaman freelance aja kadang malah utuh."

Balasanku cukup membuatku makin tersadar. "Aku kok jadi sedih siiiih. Berasa boros."
Foto: unplash
Lalu ia mencoba membantuku dengan memilah konsumsi sebulan. "Itu duitnya yg kepake buat konsumsi semua atau ada yg lain? Misal invest, asuransi, dll?"

Karena selama ini, aku hanya mencatat pengeluaran dan pemasukan. Tanpa tahu berapa persen buat hal konsumtif atau invest. Akhirnya ku jawab sekadarnya.
"Bantu ortu, beli bekal rumah tapi nabung di awal."

Sejak saat itu, aku bertekad untuk lebih sayang sama uang. Mau pakai apps lagi tapi sayang memory hape penuh~

Bulan sebelumnya, aku juga coba ikut talkshow keuangan. Belajar main investasi jangka panjang. Mulai cari tahu tentang main saham dari temen-temen. Semoga bisa terlaksana bulan depan! Aamiin............

Segitu dulu obrolan eh curhatanku tentang keuangan. Besok kita lanjut lagi tentang buku, website rekomendasi belajar keuangan, hingga media sosial seputar financial literacy.

Akhir kata, jangan lupa nabung!
Xoxo

You Might Also Like

0 comments